first world

I am in a my world

KOM-UTER

on February 27, 2012

Setelah seharian harus menunggu, apa aku harus menunggu lagi. Syuro yang dijarkom jam07.15 harus ditunggu sampai 07.45. aku kehilangan mood untuk meneruskan, kulanjutkan ke Gedung UPMB. Disana aku pun menunggu giliran untuk bimbingan PKM-GT. Dari 08.45, tik tok tik tok, baru 09.30 aku baru bisa berkicau bebas mengenai PKM-ku, itupun tidak memuaskan bagi reviewer-nya. Buang kekecewaan, aku naik ke kayangan lantai 4, english class. Walau aku telat, aku masih mending karena yang datang sedikit sekali.

Siang memang telah kurencanakan sebagai waktu untuk pulang ke Sidoarjo. Komuter akhirnya menjadi alternatifku untuk mentransfer massa badan ini.

Jadwal yang kuingat jam 13.20 komuter tujuan Porong bisa berangkat.

Nekat memang jam sudah 12.17. Padahal dari ITS ke Gubeng harus naik angkot dulu, dari lab ke bemo track kan harus jalan. Gila,

Tidak ada pilihan lain, aku sms Dea, Nuris, Jihan.

Beuhh.. Dea sudah berapa kali di sms tidak ada balasan. Nuris, “afwan ukh ni masih di rumah, 40 menit lagi.” Waah Kacau. Akhirnya Jihan: “Ok Bs InsyaAlloh bisa.”

Terpaksa, aku sudah mencoba mandiri dengan naik len, Tapi baru jalan ke Pinggiran kampus, Subhanallah, panasnya terasa sampai ke tulangku. Ok, aku memanfaatkan jasa ojek motor teman seperguruan. Hahahaha. Suwun ya Jihan.

Lha masalahnya kalo naik motor ke Gubeng kan harus pakai helm.

Hello, sudah tidak punya helm, pinjam ga dapat, Ya Sudah cap cuz deh…

Jihan nyetir sesuai permintaan ku, high speed, hohoho, Cuma 20 menit saja, Tapi jangan tanya jantung ku gimana? Bukan soal percepatan roda dua itu. Di perempatan RCTI, ada polisi nyegat mobil, kamu kan tahu, kepalaku gundul, ga ada helmnya… hehe

Untungnya Jihan tau caranya bermanuver menyelinap dari penglihatan oknum tidak bertanggung jawab itu.

Ini belum klimaks, cerita hari ini, sis….

Entah mengapa sesampai di Gubeng, hatiku koq ya masih ada yang mengganjal. Lho, kenapa loket tiketnya hanya bersifat bisnis, eksekutif aja… mana ekonominya. Perasaan dulu ada deh.

Peraturan aneh.

Tiket ekonomi harus beli di stasiun Gubeng Lama, sisi lain tempatku berdiri, Gubeng Baru. Dan kalo lewat peron Gubeng Baru, harus bayar!

Jadi ada satu pertanyaan! Bagaimana aku harus ke Gubeng Lama? Secepatnya, sekarang sudah jam 13.01. Tentu saja, aku tidak mau mengeluarkan uang lebih. Hidup Mahasiswa!

“Ya sampeyan harus muter lewat jalan sana mbak..” Jawab salah satu petugas KAI.

Aku ga percaya.

“Jauh Pak?” Masih ga percaya juga.

“Ya Lumayan.”

Akhirnya aku ngeliat ada Mahasiswa berjaket FTK ITS, wah setidaknya aku bisa minta bantuan, masih satu almamater, dan dia juga sudah memegang tiket warna pink pudar. Serbu.

“Eh… Mas, tiketnya beli di stasiun Gubeng Lama ya?”

Ada satu pemuda yang juga kebingungan, yang ternyata juga senasib denganku.

“Iya”

“Kalo mau ke Gubeng Lama lewat mana?”

“Ikuti aja jalan ini mute lurus nanti belok kanan.”

Batinku, sebelah Gubeng Baru kan perkantoran, Mana ada persimpangan yang dekat.

Klimaks.

“Mbaknya juga mau ke Gubeng Lama?”

“Iya.”

Entah apa redaksinya aku lupa, intinya dia mengajak untuk kesana bersama. Berbarengan.

Kenal sepersekian detik yang lalu, lalu langsung jalan beriringan keluar ke jalan raya.

Aneh. Tapi itu pengalaman serunya. Hahaha.

Melangkah cepat, kami berdua memburu waktu.

“Mau ke Malang juga?” Tanya Masnya.

“Oh ga, Cuma ke Sidoarjo aja.”

Dia malah ketawa, lebih tepatnya menertawakan peraturan baru.

“Lucu! Kita kan juga konsumen. Kita dirugikan ini.”

Masih mengambil langkah besar-besar juga dipayungi panas mentari jam satu siang.

Jujur, aku sih ga masalah harus jalan bersama dengan laki-laki yang tidak dikenal, kalo memang body language ga membahayakan. Aku bingung harus memulai pembicaraan bertopik apa.

“Mbak, kuliah?”

“Iya, di ITS.”

Aku masih berpikir.  Takdir terasa aneh bagiku.

Ah, seru juga pengalaman seru mendapatkan teman baru dadakan.

“Lha, Kalo Kamu?” Masih bingung mau manggil apaan, masak Anda, malu juga kalo manggil Mas secara langsung. Lha wong logatnya kayak orang barat, maksudnya daerah Jakarta-Bandung dan sekitarnya.

“Saya udah kerja di Jakarta. Ini mau ke Malang.”

“Keretanya jam berapa?”

“Katanya sih jam dua.”

Kami akhirnya belok kanan, dan menemukan rel kerata.

“Truz ini kemana ya? Gimana kalo lewat sini aja?” Aku menunjuk rel panjang yang memang tembus sampai Gubeng Lama bagian dalam.

Aku gila. Tapi dia lebih gila lagi, dia sepakat dengan ideku.

You Know What. Ada sungai dibawah besi-besii regang rel itu.

“Loncat aja sekalian.”

“Iya, langsung hanyut ke Sidoarjo.” Timpalku.

Hahaha

Sungai terlewati.

Ini jelas pengalaman terkena dampak fungsi otak yang tidak bekerja secara irrasional.

“Ngambil jurusan apa?”

“Teknik Kimia.”

“Oh, Kimia?”

“Bukan. Teknik Kimia, ada Tekniknya.” Huh, mengapa bisa selalu tertinggal tekniknya, level emosi sudah diambang batas. Nafas menderu-deru. Keringat sudah mengucur deras.

“Wah bisa buat bom donk. Hahaha.”

Ingin kujawab, nggawe bom gundule. Emosi memang lebih enak diekspresikan dengan Bahasa Ibu. Haha. Untung cuma dalam batin.

“ehmm… oil and gas.”

“oh…”

“Lha Kamu alumni mana?”

“ Brawijaya.”

“oh.. UB.. Jurusan apa?”

“IT.”

Jalan cepat membuahkan hasil, kami lebih dekat. Semakin dekat dengan stasiun tentunya.

Di depan kami ada Ibu separuh baya dan seorang Nenek yang memikul keranjang di punggungnya. Aku mulai memasukkan tas laptopku, Hujan mulai turun.

“Monggo Bu..” Aku memulai pembicaraan. Tapi masih dengan langkah cepat, yang tentunya tidak akan bisa ditandingi oleh mereka yang sudah berumur.

“Inggih naaakk.. Ujan, …”

Aku lupa dengan bagian ini, intinya, Orang itu (Laki-Laki yang bersamaku tadi) juga ikutan nimbrung,

“Coba kalo ujan duwek nak..” ujar si Nenek.

Heh? Koq bisa dalam situasi seperti ini, memikirkan uang.

“hehe… Lebih enak kalo ujan receh, mbah.”  Timpal laki-laki tadi.

Ingin rasanya tepok jidat. Heran aku.

Dan entah mengapa kami berdua meninggalkan kedua sesepuh di belakang. Aneh beudz..

Haha… anak muda sekarang ga tahu sopan santun, tanpa ba bi bu langsung pergi.

Kami berdua diam. Gerimis mulai lebat.

“Mana keluarnya?” Tanyaku.

Tapi dia tetap melangkah. Ya sudah. Aku pikir dia tahu. Ealah, akhirnya.

“Eh, ga bisa masuk lewat sini.” Laki-laki itu tadi baru sadar hanya ada satu jalan dan itu jalan keluar setelah beli tiket. Dia bingung.

Ah.. Bodoh amat. Aku menerobos melawan arah masuk melewati petugas. Eh, ga diapa-apain. Kami langsung menuju loket.

Sesuai perkiraan aku ingin tiket jam setengah dua. Tapi aku ga tahu sejak Desember, jadwal komuter berubah. Tidak ada jam 13.20. Astagfirullah. Aku melobi.

“Jam dua gitu, mbak?” Ujarku ke mbak-mbak petugas.

“Ga ada mbak.”

Hufff…

“Ya udah Jam setengah empat saja. Komuter.”

Krek-krek-krek-krek, bunyi mesin tiket. Sementara aku menyisir pemandangan sekitar. Laki-laki itu sudah tidak kelihatan lagi.

Aku menulis jadwal komuter terbaru, dan Surabaya-Bandung, Aku teringat mimpiku, Juni nanti aku akan pergi ke Bandung. International Muslim Summer Summit, I’m Coming!

Gubeng, 15.08

25 Feb 2012

Yah, mungkin teman baru dadakanku itu sudah duduk menuju Malang, semoga selamat sampai tujuan.

Nice Trip. But,

Sudah keberapa kalinya, rasanya aku didzalimi oleh penguasa. Peraturan yang merugikan konsumen. Lalu aku coba melihat, sinar mata masyarakat negeri ni di sekitar ku, tiada yang menyiratkan kesejahteraan.

 

datanglah ke Indonesia, engkau akan diputer-puterkan.

kom (come) – uter…


Leave a comment